Yang Mengemukakan Ijtihad Dasar Pemting Dalam Menafsirkan Kembali Ajaran Islam

Harakah.id

Muhammad Abduh yakni seorang pemikir pembaharu Islam nan habis berkarisma di dalam sejarah pemikiran Islam.

Ijtihad. Saya akan mereview Jurnal “The Contribution of the Modernists to the Secularization of Islamic Law”. Tapi saya ingin memberi konteks terlebih lampau. Realitas sejarah menunjukan bahwa dunia Islam jatuh ke tangan kolonialis pada abad ke-18. Kedatangan mereka ke mayapada Islam enggak hanya sekedar merapah dalam kebaikan fisik, tetapi juga secara kultural. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan mereka jauh kian berkembang daripada peradaban umat Selam ketika itu, sehingga mereka dengan mudah dapat menguasai dunia Selam.

Dengan ketinggalannya umat Islam dengan dunia Barat tersebut, menimbulkan pemahaman dari bilang tokoh ulama Islam. Mereka mulai mengemukakan penglihatan dan ide-idenya. Riuk satu penggagas yang megah dalam mengemukakan ide-idenya adalah Muhammad Abduh. Muhammad Abduh adalah seorang pemikir pembaharu Islam yang sangat berpengaruh di n domestik sejarah pemikiran Islam. Pemikirannya membawa dampak nan berfaedah intern bermacam-macam tatanan spirit pemikiran umum seperti aspek penafsiran al-Qur`an, pendidikan, sosial masyarakat, politik, peradaban dan bukan sebagainya.

Muhammad Abduh mengatakan bahwa pembaruan teologis didasari oleh tiga hal, yaitu independensi basyar n domestik memintal ulah, kepercayaan nan kuat terhadap sunnah Yang mahakuasa, dan fungsi akal bulus yang sangat dominan dalam menggunakan kebebasan. Karangan ini akan meributkan bagaimana ide-ide pemikiran Muhammad Abduh perumpamaan kaum modernis yang ingin membentuk kembali doktrin Islam sehingga boleh menyesuaikannya dengan tuntutan masyarakat modern.

Syekh Muhammad Abduh, yang memiliki nama lengkap Muhammad polong Abduh bin Hasan Kairullah, lahir di desa Muhallat Nashr, Kabupaten al-Buhairah, Mesir plong tahun 1265 Hijriah alias 1849 Masehi. Engkau yakni koteng pemikir, teolog, dan pembaharu dalam Islam di Mesir yang pemikiran-pemikirannya adv amat berpengaruh dan banyak dikutip orang sampai saat ini.

Muhammad Abduh berasal terbit tanggungan pembajak yang sederhana, namun kukuh beragama dan cinta akan ilmu. Ayahnya bernama Abdul bin Hasan Khairullah, yang berasal dari Turki dan telah lama lampau di Mesir. Padahal ibunya berasal berpokok nasion Arab nan silsilahnya sampai kepada Umar bin Khattab.

Abduh mengawali pendidikannya dengan belajar membaca, menulis, dan membaca al-Qur`an kepada ayahnya di flat. Intern jangka waktu dua perian, Abduh rani menghafal seluruh ayat al-Qur`an. Kemudian puas usia 14 tahun ia dikirim oleh ayahnya ke Tanta untuk belajar di Zawiat al-Ahmadi. Namun selepas dua masa belajar, ia merasa bosan karena sistem pengajarannya memakai metode mahfuz. Abduh pun akhirnya mengakhirkan kerjakan kembali ke Mahallat Nashr.

Pada tahun 1869-1877 Abduh menyinambungkan pendidikannya di al-Azhar dan ia mendapat peringkat “alim”. Di sanalah anda beradu dengan Jamaluddin al-Afghani yang darinya ia belajar akal sehat, filsafat, dogma, dan lagi tasawuf. Sekalian dengan al-Afghani, ia berangkat melakukan advokasi bagi menyadarkan bangsa Mesir dan umat Islam lega umumnya seharusnya tidak lampau diam detik haknya dirampas. Hal ini dikarenakan lega musim itu, Islam sedang mengalami kemunduran dan sedang dicabik-cabik maka itu kolonialis.

Karena peristiwa inilah, Abduh dibuang dari kota Kairo karena dituduh timbrung berperan intern persuasi Khadowi Taufik. Saja lega tahun 1880, ia diperbolehkan kembali ke Mesir dan diangkat menjadi redaktur surat kabar halal pemerintah Mesir. Namun puas akhir periode 1882, sira lagi-lagi dibuang. Mana tahu ini ia dibuang ke luar negeri karena keterlibatannya dalam revolusi (pertempuran) Urabi Pasya. Sira pun akhirnya memutuskan untuk pergi ke Beirut.

Pada tahun 1888, sekembalinya ia dari pembuangan, Abduh memulai pun aktivitasnya. Pada tahun 1899 Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir, suatu jabatan sah terdahulu di Mesir dalam mengubah hukum syari`at lakukan seluruh Mesir. Di waktu yang setara kembali, ia diangkat menjadi anggota Majelis Syura.

Pada tanggal 11 Juli 1905, Muhammad Abduh menghembuskan nafas terakhirnya di usianya yang ke 56 di Ramleh Iskandariah saat privat perjalanan mengunjungi negara-negara Islam. Beliau pula dimakamkan di Mesir setelah disholatkan di Surau al-Azhar.

Beberapa karyanya yang tenar adalah Durus min al-Qur`an,
Risalah al-Tauhid, Hasyiyah `Ala Syarh al-Dawani li al-`Aqaid al-Adudiyah, al-Islam wa al-Nasraniyah, Kata tambahan al-Qur`an al-Karim Juz `Amma, dan
Adverbia al-Manar
yang kemudian diolah oleh muridnya Syekh Muhammad Rasyid Ridha.

Pemikiran-Pemikiran Muhammad Abduh

Muhammad Abduh yakni koteng pemikir pembaharu Islam yang sangat berkarisma intern album pemikiran Islam. Pemikirannya mengangkut dampak yang signifikan internal plural tatanan spirit pemikiran masyarakat begitu juga aspek penafsiran al-Qur`an, pendidikan, sosial masyarakat, politik, peradaban dan lain sebagainya. Beliau berusaha buat mengadakan renovasi dengan mengajak kembali kepada wangsit Selam, mengkajinya dengan jernih dan kemudian menafsirkannya kembali (reinterpretasi) pemahaman agama itu secara paham.

Tujuan penting Muhammad Abduh merupakan buat membentuk kembali teologi Selam sehingga boleh menyesuaikannya dengan tuntukan masyarakat modern, sehingga nubuat Islam benar-benar fertil diaktualisasikan dalam urut-urutan zaman yang selalu berubah. Karena itulah Muhammad Abduh dianggap sebagai bapak peletak persebaran berbudaya internal Selam.

Di antara pemikiran Muhammad Abduh antara tak :

  • Menyempurnakan Doktrin Takhayyur dan Talfiq

Maksud dari takhayyur ialah mengidas rukyat salah satu cerdik pandai fikih (termasuk ulama di asing madzhab) seperti pandangan Ibnu Taimiyah, Bani Qayyim al-Jauziyah, dan lainnya.

Sedangkan talfiq adalah mengkombinasikan sejumlah jamhur (dua maupun lebih) dalam menetapkan satu problem.

Muhammad Abduh mengatakan bahwa dalam situasi-hal yang berkaitan dengan muamalah (asosiasi antara anak adam dengan sesamanya) para ulama diminta untuk mempersiapkan kumpulan undang-undang nan kompherensif dan tidak hanya berdasarkan madzhab Hanafi saja tetapi juga beralaskan madzhab tidak yang mungkin diperlukan alias diinginkan secara sosial. Menurutnya, hal semacam ini akan mencecah kesempurnaan, karena perbedaan antar madzhab merupakan belas kasih bagi ummat.

Abduh juga mengatakan bahwa pada saat ini yakni bukan hari yang tepat bakal berfanatik terhadap suatu madzhab. Menurutnya, kumpulan hukum yang tertata secara baik dan disajikan dengan jelas dapat membantu individu pribadi yang sulit memahamai seluk-beluk syariat karena adanya kontradiksi.

Ide-ide pembaruan teologis yang disebarkan oleh Muhammad Abduh didasari oleh 3 hal, kebebasan manusia internal memilih ragam ajun yang abadi terhadap sunnah Allah, dan fungsi akal nan suntuk dominan dalam menggunakan kebebasan.

  •  Memperluas Cakupan Dogma Siyasah Syar`iyyah

Siyasah syar`iyyah adalah kebijakan penguasa cak bagi menerapkan kanun nan berjasa bagi rakyat dan tidak bertentangan dengan syariah. Menurut ilmu agama tradisional, penguasa boleh membentuk peraturan eksekutif lakukan kepentingan publik asalkan tidak ada penghinaan substantif dari syaria. Sahaja kenyataannya, peraturan semacam ini dapat menyebabkan taqlid, dan disiplin yang tak terpisahkan terhadap doktin tersebut.

Kaum modernis lewat memperluas penerapan prinsip ini. Menurut Muhammad Abduh, diantara rekomendasi lain bikin perombakan dalam sistem ini adalah dengan adanya dokumen tercantum.

  • Positivasi Hukum Agama

Kabilah modernis ingin memberikan budi positif yang mengikat pada kodrat etis dari sendang-mata air tekstual dan dengan demikian memungkirkan keseleo satu kekhasan dasar syariat Islam. Teoretis yang paling menonjol merupakan penafsiran modernistik dari ayat-ayat poligami Al-Qur’an (Surat 4:3 dan 129). Penafsiran Ortodoks membatasi tugas suami cak bagi perlakuan yang sekelas terhadap istrinya sreg hal-keadaan yang mampu diukur secara mekanis, seperti pemeliharaan, nan mencangam tugas-tugas tempat sangat dan suami-gula-gula, darurat kelainan timburu (mayl al-qalb), tidak mampu melakukan pengukuran semacam itu, diserahkan kepada hati intuisi sosok dan sekadar tungkul pada aturan etika. Kaum modernis ingin melarang poligami dengan ketentuan riil nan mengikat dengan alasan bahwa basyar biasa tak dapat diharapkan untuk memperlakukan istrinya secara setimpal dalam hal sentimen.

  • Introduksi Pun Ki Ijtihad

Suku bangsa modernis menghendaki kiranya pintu ijtihad harus dibuka kembali. Keadaan ini dikarenakan kabilah modernis cak hendak mengkhususkan beban taqlid nan menindas. Beberapa mekanisme ijtihad baru yang diajukan makanya kaum modernis antara lain :

  • Pelembagaan Ijtihad

Para kaum modernis kepingin mengadakan lembaga ijtihad. Maksudnya adalah bahwa para ulama, fuqaha, dan terutama mufti harus saling pandang dengan pengaturan ilmiah prinadi mereka sendiri dan tidak tetapi berdasarkan makanya pemerinyah saja.

  • Pelembahaan Ijma`

Kaum modernis berusaha bagi meniadakan ijma` menjadi instrument terdepan untuk pembarusan hukum agama. Karena menurut mereka adalah mungkin di zaman ini bakal mengumpulkan semua mujtahid yang hidup dari seluruh dunia Orang islam di suatu kancah untuk tujuan menerapkan ijma` yang enggak kelihatannya dilakukan puas zaman para pendiri madzhab.

  • Pendirian Maslahah

Kebaikan umum (maslahah) menjadi sendang hukum spesifik sejauh lain antagonistis dengan syara`. Selain itu, mungkin dalam keadaan tertentu (diluar ibadah) maslahah dapat mengesampingkan ketentuan tegas dari perigi-mata air tekstual.

Prinsip maslahah memedomani perombakan Abduh intern peristiwa perkawinan. Menurutnya, tuntutan untuk melarang poligami dengan argumen akan adanya angkara makin disukai daripada akibat yang akan timbul darinya. Selain itu, Abduh lagi membenarkan perceraian atas inisiatif istri, dan beliau pula berpendapat bahwa syariat lain cenderung keberuntungan perempuan.

Enggak dapat dipungkiri bahwa dengan semakin berkembangnya zaman, semakin terbantah pula pertukaran-pertukaran yang signifikan. Selain itu, dengan zaman yang semakin maju pun menyebabkan kebutuhan-kebutuhan anak adam makin, baik kebutuhan bodi maupun kebutuhan rohani. Banyak peraturan atau hukum-hukum yang harus dibenahi karena sudah tidak relevan dengan zaman sekarang. Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya`qub mengutarakan dalam bukunya Cara Moralistis Memahami Hadis, bahwa untuk mencerna eksistensi dari suatu hadis diperlukan adanya pendekatan-pendekatan tertentu.

Pemikiran Muhammad Abduh yang menginginkan untuk membentuk sekali lagi doktrin Islam sehingga bisa menyesuaikannya dengan tuntukan masyarakat maju, kerjakan saya enggak sepenuhnya bermartabat dan tidak sepenuhnya salah juga.

Muhammad Abduh ialah sendiri ulama yang sangat mengedepankan akal dan kebebasan. Karena dalam pelecok suatu pendapatnya mengatakan bahwa dalam hal muamalah, seseorang diperkenankan untuk melembarkan pendapat ulama manapun. Islam memang agama
Rahmatan lil `Alamin
dan tidak pernah menyusahkan pemeluknya. Namun jika kedaulatan semacam ini dibebaskan, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perpecahan di suatu masyarakat tertentu.

Indonesia merupakan termasuk negara nan mayoritas muslim. Takdirnya ide dari Abduh diimplementasikan di negeri ini, yaitu dengan positivasi hukum agama, lantas bagaimana dengan nasib orang non-muslim yang ada di Indonesia? Apakah mereka bisa mengakuri keputusan tersebut? Tentulah kejadian ini akan menyebabkan konflik yang bertele-tele dan tak berkesudahan. Dalam Islam mengenal adanya maslahah. Jika dengan positivasi hukum agama, masyarakat menjadi terpecah, maka lebih baik dengan mengikuti ordinansi yang telah disepakati bersama hanya selama regulasi tersebut tidak anti dengan hukum Islam.

Muhammad Abduh memiliki pendirian yang unik dalam menidakkan al-Qur`an, merupakan dengan cara mengadakan penyempuraan dengan mengajak pun kepada ajaran Selam, mengkajinya dengan jernih dan kemudian menafsirkannya kembali (reinterpretasi) pemahaman agama itu secara tanggap. Salah satu contohnya adalah penafsiran modernistik berpangkal ayat-ayat poligami Al-Qur’an (Akta 4:3 dan 129).

Cerdik pandai enggak mengubah ayat tersebut bahwa seorang lanang diperbolehkan menikahi maksimal empat perempuan saja dengan syarat ia dapat berlaku adil kepada semua istrinya. Berlainan dengan Muhammad Abduh yang melarang adanya poligami. Dia mengatakan bahwa seorang suami hanya dapat bersikap adil privat situasi materi saja belaka bukan akan boleh bersikap adil dalam kejadian hasad. Karena itulah permaduan harus dilarang karena mudharat yang ditimbulkan bertambah besar tinimbang guna nan terserah.

Perekam artikel “Proyek Membeberkan Lagi Pintu Ijtihad Muhammad Abduh” adalah Dini Nurkhofifah, Mahasiswi Darus Sunnah International Institute for Hadith Sciences, Jakarta.

Source: https://harakah.id/proyek-membuka-kembali-pintu-ijtihad-muhammad-abduh/

Posted by: and-make.com