suku samin berasal dari provinsi

KOMPAS.com
– Tungkai Samin atau dikenal bagaikan Sedulur Sikep adalah peguyuban adat nan adv amat berkelompok di Kabupaten Blora, Area Jawa Tengah.

Keberadaan masyarakat Samin juga menyebar mencapai luar wilayah Blora, antara tak di wilayah Zakiah, Sari, Grobogan, Rembang, Bojonegoro, hingga Ngawi.

Baca juga: Mengenal 6 Tungkai di Jawa Timur, dari Tungkai Jawa hingga Suku Tengger

Mereka adalah masyarakat agraris dengan mata pencaharian penting sebagai petani.

Tungkai Samin dikenal dengan keluguan, keterusterangan, sikap apa adanya yang terkadang dipandang nyeleneh dan yang membuatnya terlihat berbeda.

Baca juga: Melihat Ajaran Samin di Blora dari Tesmak Jakarta dan Perkembangannya bagi Anak Akil balig

Asal-usul Suku Samin

Dilansir dari laman rumah Membiasakan Kemendikbud, sebutan Suku Samin disematkan karena mereka mengikuti dan mempertahankan petunjuk Samin Surosentiko nan muncul pada hari kolonial Belanda di tahun 1890.

Samin Surosentiko atau Raden Kohar lagi dikenal perumpamaan Ratu Adil Heru Cakra dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam yang lahir plong tahun 1859 di Desa Ploso Kediran, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora.

Baca sekali lagi: Selain Jawa dan Sunda, Ini Daftar Kaki di Pulau Jawa

Ayah Samin Surosentiko bernama Surowijoyo yang pun dikenal sebagai Samin Tua bangka.

Samin Surosentiko mengajarkan Sedulur Sikep yang secara turun-temurun dipertahankan n domestik keseharian masyarakat.

Pada periode penjajahan Belanda, masyarakat Samin mengobarkan spirit perlawanan yang dilakukan sonder kekerasan.

Perdurhakaan awam Samin dilakukan dengan cara menolak membayar pajak serta mendorong segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial.

Pembangkangan inilah yang membuat munculnya citra buruk orang Samin di tengah awam pada saat itu.

Tungkai Samin kemudian mengisolasi diri, hingga akhirnya pada tahun 1970-an mereka plonco mengerti takdirnya Indonesia telah merdeka.

Umum Samin sendiri kemudian lebih doyan disebut Wong Sikep atau Sedulur Sikep karena sebutan tersebut berkonotasi berwujud, yang berharga individu nan baik dan andal.

Sementara bagi mereka, sebutan Samin lebih lagi mengandung makna berkonotasi negatif.

Ciri Spesifik Suku Samin

Suku Samin memiliki ciri eksklusif yang tercalit dengan beberapa resan dalam Ramalan Samin yang terlihat dalam perilaku hidup sehari-hari.

Ciri khas Suku Samin antara lain tidak boleh merebus dalam pendidikan formal, tidak dapat bercelana panjang, tak boleh berpeci, tak diperbolehkan berdagang, dan tidak diperbolehkan beristri makin pecah satu.

Selain itu, masih banyak kembali anggota tungkai yang tidak mencatatkan perkawinan karena terlampau Samin Surosentiko juga tak melakukannya.

Sementara dalam bergaya kepada lingkungan, masyarakat Samin juga n kepunyaan kearifan domestik dengan melihat alam sebagai pemberi penghidupan.

Peristiwa ini tak lepas dari pandangan umum Samin bahwa umbul-umbul identik dengan ibu (biyung) sehingga harus dihormati.

Maka dari itu sebab itu kerumahtanggaan memanfaatkan harta benda alam, mahajana Samin hanya akan mencoket seperlunya saja.

Dalam segi ajudan, awam Samin dikenal memeluk agama Maskulin dengan lembaga ritual sembahyang yang dilakukan puas setiap pagi dan menjelang senja.

Awam Samin juga n kepunyaan kondominium resan bernama Rumah Bekuk Lulang dan senjata tradisional merupakan keris.

Wanita Suku Samin melakukan Gejog Lesung di Blora, Jawa Tengah
Shutterstock/Zakariya AF
Wanita Tungkai Samin melakukan Gejog Lesung di Blora, Jawa Tengah

Ajaran Samin atau Saminisme

Petunjuk Samin atau Saminisme berkembang dari konsep perbangkangan terhadap budaya kolonial dan kapitalisme yang muncul pada perian penjajahan.

Saminisme juga dikenal memiliki prinsip nan terdiri dari pedoman, tuntunan, dan larangan buat publik Samin.

Pedoman dalam Ajaran Samin dikenal sebagai Kitab Kalimosodo yang terdiri mulai sejak Jamur Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasejaten, Serat Uri-saudara Pambudi, Cendawan Kalis Sawit, dan Baja Lampahing Urip.

Sementara enam prinsip asal Ramalan Samin yang menjadi tuntunan internal beretika berupa pantangan meliputi:

1.
Drengki
(membuat caci)
2.
Srei
(serakah)
3.
Panasten
(mudah meresan atau membenci sesama)
4.
Dawen
(mendakwa tanpa bukti)
5.
Kemeren
(iri hati, keinginan lakukan mempunyai dagangan nan dimiliki cucu adam lain)
6.
Nyiyo Marang Sepodo

(mengerjakan nista terhadap sesama)

Sedangkan lima tabu dasar Ajaran Samin kerumahtanggaan berinteraksi menghampari:

1.
Bedok
(menuduh)
2.
Colong
(mencolong)
3.
Pethil
(mencoket barang yang masih menyatu dengan alam atau masih tertuju dengan mata air kehidupannya)
4.
Jumput
(mengambil barang nan telah menjadi komoditas di pasar)
5.
Nemu Wae Ora Keno
(pantangan menemukan barang)

Masyarakat Samin juga memegang teguh prinsip terhadap sesama yaitubejok reyot iku dulure, waton menungso tur gelem di ndaku sedulur
ataupun enggak dapat menyia-nyiakan orang enggak, cacat seperti apapun, dasar basyar ialah saudara jika cak hendak dijadikan saudara.

Sumber:
 petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id
 bojonegorokab.go.id
 blog.unnes.ac.id
 travel.kompas.com  (Kistin Septiyani, Ni Nyoman Wira Widyanti)

Dapatkan update
berita saringan
dan
breaking news
saban hari berpangkal Kompas.com. Silakan bergabung di Grup Benang tembaga “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://ufuk.berpenyakitan/kompascomupdate, kemudian join. Sira harus install permintaan Telegram terlebih dulu di ponsel.

Source: https://regional.kompas.com/read/2023/01/25/223925378/mengenal-suku-samin-sedulur-sikep-yang-sempat-mengisolasi-diri?page=all