sebutkan 5 kampung adat sunda di jawa barat

Warga yang meninggali Negeri Jawa Barat beragam, sebab kawasan provinsi ini mengepung kewedanan ibu kota Jakarta. Kita tahu bahwa pemukim ibu kota tersebut kian bercorak urban. Oleh karena lokasi provinsi ini mengepung wilayah ibu kota inilah, warga yang menghuni wilayah Provinsi Jawa Barat menjadi beragam.

Meskipun demikian, wilayah Jawa Barat kembali memiliki penduduk nirmala. Penduduk kudus yang dimaksud adalah suku Sunda dan Cirebon.

Dahulu suku Sunda mendiami daerah yang terkenal dengan sebutan Priangan. Daerah Priangan, meliputi Kabupaten Cianjur, Ii kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis. Negeri Priangan disebut juga Tatar Sunda (Tanah Sunda).

Di daerah Tatar Sunda ini masih terwalak beberapa kampung aturan. Tiap-tiap kampung sifat tersebut mempunyai keunikan dan ciri eksklusif individual. Bilang kampung kebiasaan di Jawa Barat tersebut antara enggak.


Kampung Naga Jawa Barat

Kampung Ular besar merupakan perdesaan nan dihuni maka itu sekelompok awam kecil (2 RT) yang tinggal awet memegang syariat adat leluhur. Kampung Naga terletak di Desa Neglasari Kecarnatan Selawu, Kabupaten Tasikmalaya.

Sejak kecil setiap warga suku Naga dididik untuk roh bergotong-royong dengan sesama warga sekampung. Mereka yakin semua warga masih saudara. Pengertiannya, baik uri erat alias jauh. Keadaan ini karena mereka masih suatu nini moyang Sembah Dalem Eyang Singaparna nan dimakamkan di lereng Dolok Kracak nan hutannya sangat rimbun.

rumah-adat-suku-naga-di-kampung-naga-jawa-barat
Kondominium Adat Tungkai Dragon di Jawa Barat

Semua warga kampung dilarang keras menebang pohon-pohon hutan di lereng Gunung Kracak. Tak itu tetapi, tetapi mengumpulkan ranting-ranting kayu kersang buat kayu bakar pun tidak bisa. Kayu bakar harus diambil dari tegal dan pekarangan setiap penduduk. Menjumut pohon-tumbuhan berpokok wana menjadi pepali (pantangan) buat seluruh warga Kampung Naga.

Seluruh penghuni kampung Ular besar menjalani nasib sederhana. Contoh mengenai bentuk rumah. Warga Kampung Naga menunggangi gambar kondominium panggung. Selain itu, di tiap kondominium kampung ini lain menyempatkan peranti bidang datar dan kursi, radas-perangkat elektronik, dan enggak-lain. Baka yang merasa tidak puas dengan hidup sederhana tersebut boleh merantau dan berburu nafkah di asing kampung.


Kampung Kuta

Kampung ini berada di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis. Kampung ini dikelilingi oleh tubir, hingga seperti benteng nan mengerubuti kampung (kuta artinya cerocok tembok).

Kampung Kuta merupakan kerubungan publik yang memegangi resan dengan kuat. Seluruh pemukim kampung Kuta beragama Selam dan berdasar teguh puas adat. Mereka mengimani adanya tempat-wadah istimewa yang keramat dan cucu adam halus. Mereka juga memercayai kepercayaan terhadap kalkulasi-perhitungan adanya waktu baik.


Kampung Dukuh

Kampung ini terletak di Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Luas kampung ini lebih sedikit 18 ha. Berpangkal daerah tingkat Garut makin kurang berakhir 100 km. Cak bagi dapat sampai ke lokasi kampung, dapat ditempuh dengan naik Ojek atau mendaki truk dari gerbang Dukuh di pinggir urut-urutan raya kolek Cimari-Pameungpeuk.

Konon, kampung adat ini didirikan oleh penggerak yang bernama Syekh Abdul Jalil, nan dipercaya sebagai piadah Rangga Gempol (Bupati Sumedang). Masyarakat rasam menyebutnya sebagai ”Eyang Wali” yang menjadi penyeru Islam di Kampung Adat Dukuh itu. Embah Wali nan pula mengajarkan kebatinan dengan inti ramalan arwah tercecer, kembali dimakamkan di Kampung Dukuh. Taman bahagia tersebut dikeramatkan umum setempat dan disebut misal makam Karomah (kuburan tersebut diziarahi mahajana kampung saban hari Sabtu).

Kampung Dukuh dipimpin maka dari itu seorang kuncen (pemimpin aturan). Kuncen caruk dipilih dari laki-suami yang menguasai tanzil Selam dan juga memiliki sikap kepemimpinan. Dalam menjalankan tugas, kuncen dibantu makanya tiga bani adam pembantu, per dua hamba allah lawang (pria) dan dua orang awewe (perempuan).

kampung-dukuh-jawa-barat
Kampung Dukuh di Jawa Barat

Masyarakat Kampung Dukuh memelihara serta memegangi adat istiadat dengan teguh. Dalam tali peranti kampung dikenal beberapa pemali (pantangan/ larangan-larangan). Di antara pemali-pemali tersebut misalnya: berkedai, menjadi pegawai provinsi, memelihara binatang berkaki empat (misalnya embek dan kerbau). Selain itu, ada lagi tabu-tabu, terutama saat berbuat upacara ziarah di makam (misalnya dilarang mengenakan cemping bermotif seperti menulis atau suji, larangan memakai perhiasan bagi kaum perempuan, larangan merokok, meludah, kencing, membunuh binatang dan merusak, dan selalu menjaga wudu).

Selain itu, warga Kampung Dukuh juga amat menjaga lingkungan hidupnya. Sumur yang terletak di lokasi peristirahatan terakhir Karomah dijaga kebersihannya internal rangkaian upacara ziarah setiap hari Sabtu.


Kampung Cikondang

Kampung ini terdapat di wilayah Desa Lumajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Pemukim kampung beragama Selam, tetapi juga memiliki kepercayaan lega adat (roh-roh kakek moyang). Mereka meyakini roh-kehidupan para kakek moyang tersebut melindungi mereka.

Warga kampung adat ini berkomunikasi dengan vitalitas-kehidupan para leluhur dengan upacara-upacara adat. Penduduk kampung juga memiliki bermacam-macam tabu, misalnya melintasi nasi tumpeng (yang akan digunakan dalam kegiatan upacara), menginjak bang barung (jenggala ki), serta mengamalkan upacara sreg hari Jumat dan Sabtu.


Kampung Mahmud

Letak kampung ini di distrik Desa Mekarrahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung. Konon, warga kampung aturan ini yakni keturunan Eyang Dalem Abdul Manaf yang hinggap dari negeri Arab sambil menggenggam petak. Segenggam persil tadi diletakkan di kawasan paya, nan konon angker, di pinggir Wai Citarum. Segenggam tanah itulah yang kini menjadi lokasi Kampung Mahmud itu. Menurut cerita bermula mulut ke perkataan, peristiwa tersebut terjadi kurang makin pada abad XV.

Masih menurut cerita dari mulut ke ucapan, Kakek-nenek Dalem Abdul Manaf adalah zuriat raja Cirebon. Sira tertera penyebar agama Islam di Bandung. Sesudah Eyang Dalem mendirikan flat (di Kampung Mahmud tersebut), orang-individu juga berdatangan mendirikan flat di sana.

Kampung Mahmud punya beberapa sifat istiadat yang masih dipegang loyal. Di antara adat-istiadat tersebut adalah pemali-pemali (pantangan) seperti enggak boleh ada konstruksi berdinding tembok, kondominium beratap genting barong, dan berkaca. Selain itu, juga tidak boleh ada lebah beduk dan gong samudra. Enggak dapat kembali ada dabat semacam bebek maupun kambing, dan sejumlah pemali yang lain. Jika pantangan-pemali tersebut dilanggar, konon akan menimbulkan bencana.


Kampung (Gede Kasepuhan) Ciptagelar

Letak kampung ini berada di kawasan Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Cap Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar (selanjutnya disebut Ciptagelar) sebenarnya adalah tanda yunior cak bagi Kampung Ciptarasa.

Tepatnya, semenjak tahun 2001 (kian kurang sekeliling wulan Juli) Kampung Ciptarasa nan berusul dari Desa Sirnarasa melakukan ”perpindahan wangsit” ke Desa Sirnaresmi. Di desa baru inilah (tepatnya Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi) pimpinan umum adat memberikan keunggulan baru, merupakan Ciptagelar. Jenama arahan penghuni masyarakat rasam tersebut adalah Abah Anom atau Bapa Encup Sucipta.

kampung-ciptagelar-jawa-barat
Kampung Ciptagelar di Jawa Barat

Kampung (Gede Kasepuhan) Ciptagelar memiliki ciri solo dalam hal lokasi dan bagan rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat. Barangkali hal ini bisa dipahami dari pengertian ”kasepuhan” nan berarti adat kebiasaan tua atau kebiasaan kebiasaan kakek moyang.


Kampung Pulo

Letak kampung adat seluas 10,5 ha ini makmur di tengah Haud (tasik) Cangkuang, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Menurut religiositas mahajana setempat, penghuni kampung resan ini merupakan keturunan Embah Dalem Arif Muhammad. Konon, sejarah Embah Dalem sendiri, konon merupakan riuk satu pemimpin barisan Mataram yang diutus Kanjeng sultan Agung untuk menyerang Batavia (abad XVII).

Seperti diketahui, penyerbuan bala Mataram mengalami kegagalan. Eyang Dalem pun tidak berani pulang ke Mataram. Kemudian, kamu bersemayam Serampak menaburkan agama Islam di daerah yang kini disebut umpama Kampung Pulo itu.

kampung-pulo-jawa-barat
Kampung Pulo di Jawa Barat

Mania Kampung Pulo namun terdiri atas enam biji kemaluan rumah sangat dan sebuah musala (penambahan bangunan tidak diperkenankan di kampung adat ini). Konon, total bangunan rumah habis ini cak semau kaitannya dengan jumlah anak Embah Dalem Arif. Embah Dalem mempunyai enam individu anak, merupakan lima pemudi dan seorang laki-laki (yang meninggal bumi masa kecil). Setiap anaknya menempati satu flat tinggal dam berbanjar menjurus utara dan selatan. Bangunan musala menjadi perlambang anak maskulin satu-satunya yang meninggal serempak akan dikhitan.

Keseleo satu pemali dalam kampung resan ini adalah menernakkan dabat raksasa berkaki catur. Pemali ini kelihatannya berkaitan dengan keterbatasan lahan kampung adat itu sendiri, karena terdapat di tengah-perdua situ atau danau kecil, adalah Situ Cangkuang.


Kampung Urug

Secara administratif, Kampung Urug termasuk wilayah Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Kampung ini dialiri maka itu tiga buah sungai, ialah Ciapus, Cidurian, dan anak Wai Ciapus. Di kampung ini para warganya yakni baka Prabu Siliwangi (seuwu siwi Siliwangi). Menurut para kololot (pemimpin masyarakat kebiasaan), waktu Prabu Siliwangi di Kadu Jangkung, konon beliau berkata bahwa pada satu momen Kampung Urug akan menjadi provinsi pertanian.

Dalam bertani tingkah laku masyarakat Kampung Urug bukan absolusi dari saga: Nyi Sari Pohaci, ataupun bertambah dikenal dengan sebutan Peri Sri. Sebagai abstrak, Bidadari Sri membujur haid permulaan waktu Senin, maka bagi mahajana Urug waktu tersebut merupakan pantangan untuk mengurus padi, sedangkan pada hari Jumat, darah menstruasinya disiram dengan air dan terban ke marcapada. Hari Jumat itulah yang merupakan pantangan bagi penghuni Kampung Urug untuk pergi ke sawah. Bagi mahajana kampung ini Dewi Sri diyakini misal upik Paduka tuan siliwangi yang meninggal saat belum menikah.

Source: https://www.senibudayaku.com/2018/12/kampung-adat-di-jawa-barat.html