lawan dari sifat syaja ah
REPUBLIKA.CO.ID, Makanya:
Imron Baehaqi
Antiwirawan rasam kosen (syaja’ah) adalah jubun (al Jubn), adalah penakut. Takut kalah, merembah rugi, mengalir perlahan-lahan gagal, takut perang, takut mati, takut dihukum, takut tidak dihargai, takut menampilkan validitas, dan ketakutan-ketakutan lainnya.
Tipelogi
jubun
tercantum di antara sifat tercela. Sifat seseorang yang ketakutannya didominasi maka itu nafsu kesukaan duniawi. Sedangkan Allah, yang menciptakan dan memberinya banyak kenikmatan enggak ditakuti.
Resan penakut demikian ini akan menjadi guri dan hambatan untuk meraih kejayaan dan kebahagiaan. Dan jikalau sifat ini dipelihara dan menjadi karakteristik, niscaya mendatangkan kerugian terlebih kebinasaan.
Banyak orang yang bermental penakut. Lebih lagi di era yang serbainstan, pragmatis dan materialistis seperti masa ini ini. Keberanian seseorang, terutama para pejabat alias pemimpin sedemikian itu banyak yang mudah tergadaikan oleh suasana umur duniawi nan melalaikan.
Kian-lebih, kalau sudah merasa berutang budi, disuap atau dibayar, keberaniannya bagi mengungkap kebenaran atau kesamarataan nyaris bukan ada, atau hilang terkadang. Karena diliputi kecemasan, situasi nan tak tentu jihat dan merasa tersandera. Merasa buncah, bagaikan meong kehilangan anaknya.
Padahal, di tengah kebangkrutan moral atau kezaliman yang semakin obsesi dan masif, umat dan bangsa ini selalu mengharapkan figur basyar-orang yang mempunyai keberanian. Bukan terkecuali, sosok-orang yang memang mendapat mandat kepemimpinan.
Sehingga umat dan bangsa ini dapat tanggal dan terhindar dari berbagai gari kelaliman nan membawa kesulitan dan siksaan.
Berani bukanlah dalam khasiat siap berkorban lampau berbuat perlawanan kepada siapa saja minus mempertimbangkan sisi baik dan buruknya.
Apakah ia berkecukupan dalam posisi yang benar atau riuk, sebagaimana aksi-aksi teror, bom bunuh diri ataupun ikut-ikutan berperang yang lain jelas habituasi dan tujuannya.
Tidak pula kepahlawanan yang didramatisir, atau karena saja dorongan luapan permusuhan, marah, kesumat dan hawa nafsu lainnya.
Misalnya, dakar lontar dakwaan tanpa bukti yang benar, kesatria menciduk turunan mengawur, berani menyatakan persaksian gelap di persidangan dan seumpamanya.
Tidak tak, sikap berani nan dibenarkan oleh syara’, yaitu keberanian nan dibangun atas dasar iman dan kesahihan, serta dilakukan dengan penuh pertimbangan yang akurat dan ternilai.
Potensi sifat keberanian nan dimiliki dijadikan perumpamaan kekuatan dan amunisi untuk menampilkan kebenaran, kesamarataan dan kemaslahatan publik.
Bagak mengatakan kebenaran, meskipun di pangkuan penguasa maupun pejabat yang melakukan perbuatan yang diketahui menarung hukum atau melalaikan taki dan amanahnya.
Lebih bagus kembali, berani mengaku atas kesalahan dirinya sendiri, yang disertai penyesalan dan berambisi bikin tak mengulangi kesalahannya tersebut. Atau nyali bertobat.
Ciri dan sumber utama keberanian seorang Mukmin yaitu keimanan dan takut kepada Allah. Mentalitas dan
mindset-nya kuat, bahwa ia tidak merasa takut kepada siapa saja selain hanya takut kepada Allah.
Cukuplah Yang mahakuasa umpama Kreator Estimasi (QS Al Ahzab [33]:39) dan terimalah Allah menjadi Penolongnya, karena Dialah selawa-baik Pelindung. (QS Ali Imran [3]:173).
Selain itu, kerapatan atau sifat istiqomah di urut-urutan yang ter-hormat menjadi faktor esensial n domestik menumbuhkan keberanian plong diri setiap Mukmin. Sehingga kamu tidak merasa rikuh dan takut untuk mengatakan kebenaran dan kebatilan. Salah dikatakan salah, sopan dikatakan benar.
Demikian pula, engkau bukan merembas mati, tambahan pula sepi di arena perlawanan (jihad) di jalan Allah. Terlebih, kematian di medan perang untuk membela agama Allah atau tanah air, sebagaimana dilakukan dan dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya menjadi sesuatu nan didambakan.
Sebagaimana pernyataannya Panglima Khalid Ibn Walid kepada bala Romawi, “Kami cak bertengger dengan armada nan menyayangi kematian, sebagaimana kalian memanjakan atma.”
Puncak kependekaran begitu juga ini, biasanya sulit kerjakan diajak kompromi. Maknanya, keberaniannya mutakadim membeku dan menjadi sebuah mentalitas yang enggak bisa dibayar atau disogok dengan materi apa pun, termasuk total uang nan menggiurkan. Itulah sifat kewiraan yang dilandasi skor-angka spritualitas dan moralitas.
Wallahu Al Musta’an.
BACA Pula: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Source: https://khazanah.republika.co.id/berita/nzr81l301/puncak-keberanian