kandungan surah ali imran ayat 104
A. Lafal Pustaka Al-Qur’an Piagam Ali Imran Ayat 104 dan Artinya.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Waltakun minkum ummatun yad’uuna ilaa lkhayri waya’muruuna bilma’ruufi wayanhawna ‘ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun.
“Dan hendaklah ada di antara kamu seumur umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-manusia yang berkat.”
(QS. Ali Imran : 104)
B. Memaknai Mufradat.
a. Perkenalan awal مِّنكُمْ pada ayat di atas, ada jamhur yang memahaminya dalam arti sebagian, dengan demikian perintah berdakwah nan dipesankan oleh ayat ini tak tertuju kepada setiap orang. Bakal nan memahaminya demikian, maka ayat ini buat mereka mengandung dua diversifikasi perintah, nan pertama kepada seluruh umat Islam seharusnya membentuk dan menyiapkan suatu kerumunan istimewa nan bertugas melaksanakan dakwah, sedang perintah yang kedua yaitu kepada kelompok tersendiri itu kerjakan melaksanakan dakwah kepada kebajikan dan jasa baik serta mencegah kemungkaran.
b. Kata أُمَّةٌ Kata ini digunakan bikin menunjuk semua kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama yang sebabat, musim atau tempat yang sama, baik penghimpunannya secara terpaksa, ataupun atas kehendak mereka. Demikian ar-Raghib dalam
al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an. Lebih lagi al-Qur`an dan hadits tidak mewatasi pengertian umat hanya pada keramaian hamba allah.
“Tidak suatu burung pun yang ganar dengan kedua sayapnya kecuali umatumat juga sama dengan kamu”. Dalam kata ummah terselip makna-makna nan dalam. Kamu mengandung manfaat gerak dinamis, arah, waktu, jalan yang jelas, serta kecondongan dan cara atma.
Dalam konteks sosiologis, umat adalah himpunan manusiawi nan seluruh anggotanya bersama-sama menuju satu sebelah yang seimbang, bahu membahu dan bergerak secara dinamis dibawa kepemimpinan bersama.
c. Lebih lanjut ditemukan bahwa ayat di atas menggunakan dua kata nan berbeda dalam rangka perintah berdakwah. Pertama adalah kata يَدْعُونَ merupakan, mengajak, dan kedua yakni يَأْمُرُونَ ,adalah memerintahkan. Sayyid Quthub dalam tafsirnya menyorongkan bahwa, pendayagunaan dua kata yang berbeda itu menunjukkan prakondisi adanya dua kerubungan dalam masyarakat Selam. Keramaian mula-mula yang bertugas mengajak, dan keramaian kedua nan bertugas memerintah dan melarang. Kelompok kedua ini tentulah n kepunyaan kekuasaan di marcapada. “Wangsit Ilahi di bumi ini tak sekadar ujar-ujar, wahyu dan penjelasan. Ini yaitu salah satu sisi, sedang sebelah yang kedua adalah melaksanakan kekuasaan memerintah dan melarang, agar jasa baik bisa wujud dan kemungkaran dapat sirna.”
d. Kata يَنْهَوْنَ silih melarang n domestik keistimewaan bila terserah nan berbuat suatu kemungkaran, maka nan bukan melarangnya, dan bila suatu saat nan melarang itu mengerjakan kemungkaran serupa maupun berbeda, maka terserah juga yang lain tampil melarangnya, baik nan suntuk kontak dilarang maupun anggota masyarakat lain. Atau dapat pula dipahami dalam faedah mengetem, merupakan tidak mengamalkan, sehingga jika dipahami demikian, bersambung-sambung dan tidak henti-hentinya melakukan kemungkaran.
Wajib dicatat bahwa apa yang diperintahkan makanya ayat di atas – sebagaimana terbaca – berkaitan sekali lagi dengan dua hal, mengajak dikaitkan dengan al-khair, semenjana memerintah jika berkaitan dengan perintah melakukan dikaitkan dengan
al-ma’ruf,
sedang perintah kerjakan tidak melakukan, yakni melarang dikaitkan dengan
al-munkar.
e. Kata مُنكَرِ yaitu musuh alas kata مَعْرُوفِ .Pengenalan munkar atau mungkar dipahami oleh banyak ulama sebagai segala apa sesuatu, baik congor ataupun ulah yang bertentangan dengan ketentuan agama, akal dan aturan istidat. Kendati demikian, penekanan prolog munkar kian banyak pada adat istiadat, demikian pun alas kata ma`ruf yang dipahami dalam khasiat adat istiadat yang seia sekata dengan tuntunan agama.
C. Isi Perut Al-Qur’an Akta Ali Imran Ayat 104.
Kalaulah tak semua anggota publik dapat melaksanakan fungsi dakwah, maka hendaklah ada bilang orang melaksanakan fungsi dakwah, bakal diteladani dan didengar nasihatnya. Mereka mengajak secara terus-menerus tanpa bosan dan lelah kepada kebajikan, ialah petunjuk-ilham
Ilahi,
menyuruh masyarakat kepada yang
ma’ruf, yakni poin-nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik maka itu masyarakat mereka, selama hal itu enggak bertentangan dengan nilai-nilai
Ilahiyah,
dan mencegah mereka berasal yang
munkar;
yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat. Mereka yang menghiraukan latihan ini dan yang betapa tinggi lagi jauh gengsi kedudukannya itulah sosok-orang yang mendapat, mendapatkan barang apa yang mereka dambakan dalam nasib bumi dan akhirat.
Perintah berbuat kebaikan dan melarang perbuatan buruk pada dasarnya mau menjadikan bumi – sebagai tempat hidup manusia – ini aman dan makmur sesuai dengan cita-cita Nabi Saw. pada negara Madinah, 14 abad yang lalu. Sekaligus menghambat dan meniadakan tradisi buruk yang merusak manjapada. Perusakan dibumi dapat terjadi manakala masyarakat telah melanggengkan tradisi buruk yang kemudian dianggap baik, karena perbuatan itu telah dibiasakan bertahun-tahun. Kalau demikian, publik telah membiarkan secara terus menerus kegiatan yang berlawanan dengan fitrah kemanusiaan yang pada dasarnya ingin kedamaian ke sisi yang mengotorkan harkat dan martabat kemanusiaan.
Minimal enggak suka-suka dua hal yang terbiasa digarisbawahi berkaitan dengan ayat di atas.
a. Nilai-angka Ilahi tak boleh dipaksakan, sahaja disampaikan secara persuasif dalam lembaga pelawaan yang baik.
Sekadar mengajak yang dicerminkan antara oleh kata mengajak, dan oleh firman-Nya:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ
“Ajaklah ke kronologi Tuhanmu dengan kaidah yang bijaksana, nasihat (nan menyentuh hati) serta berdiskusilah dengan mereka dengan kaidah yang bertambah baik.”
(QS. an-Nahl : 125).
Perhatikan (بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ) dengan prinsip yang lebih baik bukan sekadar
“baik”. Selanjutnya sehabis mengajak, bisa jadi yang akan beriman silahkan percaya, dan mungkin yang kufur silahkan juga, masing-masing mempertanggungjawabkan pilihannya.
Bagi mencapai maksud tersebut perlu adanya segenerasi umat Islam yang berputar dalam bidang dakwah yang caruk memberi peringatan, bilamana nampak gejala-gejala perceraian dan kecurangan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan agar supaya di antara umat Islam ada sebaya umat yang terjaga di bidang dakwah nan dengan tegas menyerukan kepada kebaikan, menyuruh kepada yang
makruf
(baik) dan mencegah dari yang
mungkar
(keji).
Dengan demikian umat Islam akan terpelihara daripada perpisahan dan infiltrasi pihak manapun. Menganjurkan melakukan kemujaraban namun tidaklah cukup tetapi harus dibarengi dengan menyejukkan sifat-adat yang buruk. Siapa-siapa yang cak hendak mengaras kemajuan. maka sira terlebih dulu harus mengetahui persyaratan dan kunci peperangan cak bagi mencapainya, yakni: keberhasilan tidak akan tercapai melainkan dengan keefektifan, dan kebaikan enggak akan terwujud melainkan dengan persatuan.
b. Tenang dan tenteram Umum Masyarakat (al-Ma’ruf).
Kesepakatan tersebut sewajarnya diperintahkan, demikian juga
al-Munkar
semoga dicegah. Baik yang memerintahkan dan yang mencegah itu pemilik kekuasaan maupun bukan. Sebagaimana sabda emir Nabi Saw berikut :
“Siapapun di antara sira melihat kemunkaran maka hendaklah dia mengubahnya (menjadikannya ma’ruf dengan tangan/yuridiksi-Nya, kalau engkau tidak mewah (tidak punya supremsi), maka dengan alat perasa/ucapannya, seandainya (yang ini juga) kamu tidak rani, maka dengan hatinya, dan itulah selemahlemah iman.”
Demikian sabda Nabi Saw. nan diriwayatkan oleh sejumlah perawi Hadith antara lain Imam Mukmin, At Tirmidzi dan Ibn Majah melangkahi sahabat Nabi Saw., Serbuk Sa’id al-Khudri.
Di jihat lain, karena keduanya adalah kesepakatan satu publik, maka kerukunan itu dapat berbeda antara satu mahajana muslim dengan masyarakat mukmin nan tak, tambahan pula antara satu waktu dan periode lain dalam satu masyarakat tertentu.
Dengan konsep
ma’ruf,
Al-Qur`an membuka bab yang memadai lebar arti menampung perubahan nilai-nilai akibat perkembangan positif masyarakat.
Demikianlah sahabat wacana madani ulasan adapun isi kandungan Al-Qur’an suratAli Imran Ayat 104 tentang amar ma’ruf nahi munkar. Sumber buku Kata tambahan Guna-guna Tafsir Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah demapwww.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Source: https://www.bacaanmadani.com/2018/05/kandungan-al-quran-surat-ali-imran-ayat.html