berikut ini nama suku yang terdapat di indonesia kecuali
|
|||||||||||||||||||||||||
Total populasi | |||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
sekurang-kurangnya 6 juta roh |
|||||||||||||||||||||||||
Daerah dengan populasi berfaedah | |||||||||||||||||||||||||
![]() Indonesia (Sensus 2010) |
3.100.000[1] | ||||||||||||||||||||||||
• Kalimantan Paruh | 1.000.000 | ||||||||||||||||||||||||
• Kalimantan Barat | 1.260.000 | ||||||||||||||||||||||||
• Kalimantan Selatan | 60.000 | ||||||||||||||||||||||||
• Kalimantan Timur | 360.000 | ||||||||||||||||||||||||
• Kalimantan Utara | 400.000[2] | ||||||||||||||||||||||||
![]() |
2.900.000[3] | ||||||||||||||||||||||||
![]() Brunei Darussalam |
51.000 | ||||||||||||||||||||||||
Bahasa | |||||||||||||||||||||||||
Dayak, Indonesia dan Melayu. | |||||||||||||||||||||||||
Agama | |||||||||||||||||||||||||
Mayoritas : • 62,7% ![]() Serani (Katolik & Protestan) Minoritas : • 31,6% ![]() Islam • 4,7% ![]() Kaharingan • 1% ![]() Buddha |
|||||||||||||||||||||||||
Etnis terkait | |||||||||||||||||||||||||
Kutai, Tidung, Ririt, Jawi, Bajau, Rejang |
Tungkai Dayak
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
( ; ejaan lama:
Dajak
alias
Dyak)[11]
[12]
[13]
[14]
merupakan kaum atau keramaian etnik yang mendiami pedalaman Pulau Kalimantan. Prolog “daya” serumpun dengan misalnya kata “raya” dalam nama “Toraya” yang berarti “cucu adam (di) atas, orang hulu”.
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di Gua Niah (Sarawak) dan Terowongan Babi (Kalimantan Selatan), penghuni purwa Kalimantan memiliki ciri-ciri Austro-Melanesia, dengan proporsi lemak tulang kerangka yang lebih segara dibandingkan dengan penghuni Kalimantan mutakhir yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei Darussalam, Malaysia nan terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Paksina, dan Kalimantan Selatan). Ada 3 tungkai kancing atau 5 suku tahir Kalimantan adalah Melayu, Dayak, Lajur, Kutai, dan Tidung[15]
Menurut sensus Badan Pusat Perangkaan Republik Indonesia hari 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokkan menjadi 3 tungkai siasat ialah: suku Dayak Indonesia (268 sub etnik/sub tungkai di Indonesia), Suku Melayu, dan kaki asal Kalimantan lainnya (non Dayak & non Melayu). Dahulu, budaya publik Dayak adalah budaya maritim atau kelautan. Erat semua stempel sebutan individu Dayak n kepunyaan arti bak sesuatu yang bersambung dengan “perhuluan” maupun sungai, terutama sreg jenama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun antara lain: rumpun Klemantan ataupun Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Sahaja secara ilmiah, para munsyi mengintai 5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:[16]
- “Barito Raya” (33 bahasa, terdaftar 11 bahasa dari keramaian bahasa Madagaskar, dan Sama-Bajau tersurat Suku Dayak Jangka.[17]
[18]
[19] - “Dayak Darat” (13 bahasa), terdaftar bahasa Rejang di Bengkulu.[20]
[21] - “Borneo Utara” (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina serta satu kaki yang berdiri dengan nama sukunya seorang yaitu Suku Tidung.[22]
- “Sulawesi” dituturkan 3 kaki Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak Embaloh, Dayak Ceria disebut rumpun Dayak Banuaka.[23]
[24] - “Dayak Melayik” dituturkan: Dayak Meratus/Giri (maupun Banjar arkhais), Dayak Iban (dan Saq Senganan]] (Malayic Dayak), Dayak Kendayan (Kanayatn). Sejumlah suku radiks Kalimantan beradat Melayu yang terkait dengan rumpun ini bagaikan kaki-suku singularis yang berdiri mandiri ataupun suku Melayu itu sendiri adalah Suku Banjar, Suku Kutai, Kaki Melayu Berau, Suku Melayu Sambas, dan Tungkai Jawi kedayan.[25]
[26]
[27]
Etimologi
Istilah “Dayak” minimum awam digunakan lakukan menegur orang-manusia nirmala non-Orang islam, non-Melayu yang lalu di pulau itu.[28]
[29]
Ini terutama main-main di Malaysia, karena di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Orang islam namun setia termasuk kategori Dayak biarpun beberapa di antaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini. Menurut Lindblad, kata Dayak berasal berpunca pengenalan
daya
dari bahasa Kenyah, yang signifikan hulu sungai atau pedalaman. King, lebih jauh menyangka-taksir bahwa Dayak boleh jadi juga bersumber dari introduksi
aja, sebuah alas kata berbunga bahasa Melayu nan berharga sejati maupun pribumi. Ia juga berpengharapan bahwa kata itu mana tahu berasal berusul sebuah istilah berpokok bahasa Jawa Paruh yang berarti perilaku yang tak sesuai ataupun yang tidak pada tempatnya.[30]
[31]
Istilah untuk suku penduduk sejati dekat Sambas dan Pontianak yakni Sendi (Kanayatn: khalayak daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu).[32]
Bintang sartan awal istilah orang Sentral (sosok darat) ditujukan buat penduduk kalis Kalimantan Barat yaitu rumpun Bidayuh nan selanjutnya dinamakan Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun Iban). Di Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan privat perjanjian Sultan Jajar dengan Hindia Belanda hari 1826, lakukan menggantikan istilah Biaju Besar (daerah sungai Kahayan) dan Biaju Boncel (daerah sungai Kapuas Murung) nan masing-masing diganti menjadi Dayak Ki akbar dan Dayak Kecil, seterusnya oleh pihak kolonial Belanda hanya kedua kawasan inilah yang kemudian secara administratif disebut Petak Dayak. Sejak waktu itulah istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai menular nan secara kolektif merujuk kepada suku-tungkai penduduk zakiah setempat yang berbeda-beda bahasanya,[33]
khususnya non-Mukmin atau non-Melayu.[34]
Pada akhir abad ke-19 (pasca Perdamaian Tumbang Anoi) istilah Dayak dipakai intern konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengoper kemerdekaan kaki-suku yang tinggal di area-provinsi pedalaman Kalimantan.[35]
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Bestelan Investigasi dan Pembinaan Poin-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr. August Kaderland, seorang ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama mana tahu mempergunakan istilah Dayak dalam pengertian di atas pada tahun 1895.
Faedah berasal kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987), misalnya, batik bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti manusia, temporer pengarang lainnya menyatakan bahwa prolog itu berjasa pedalaman. Commans mengatakan bahwa kebaikan yang paling tepat yakni manusia yang tinggal di hulu bengawan.[36]
Dengan cap serupa, Lahajir
et al. melaporkan bahwa orang-orang Iban menunggangi istilah Dayak dengan keistimewaan manusia, sementara cucu adam-orang Tunjung dan Benuaq mengartikannya misal hulu bengawan. Mereka kembali menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui maka dari itu orang-khalayak Kalimantan, yakni kuat, gagah, nyali dan ulet.[37]
Lahajir
et al. menyadari bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk tahir Kalimantan kerumahtanggaan literatur, yaitu
Daya,
Dyak,
Kiat, dan
Dayak. Penduduk ceria itu koteng puas umumnya tak mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi bani adam-manusia di asing skop merekalah yang menyebut mereka perumpamaan ‘Dayak’.[38]
Dasar mula
Secara umum lazimnya penduduk kepulauan Nusantara adalah perawi bahasa Austronesia. Saat ini teori dominan adalah yang dikemukakan guru bahasa seperti mana Peter Bellwood dan Blust, yaitu bahwa tempat radiks bahasa Austronesia yakni Taiwan. Sekitar 4 000 periode habis, sekelompok orang Austronesia berangkat bermigrasi ke Filipina. Kira-sangkil 500 tahun kemudian, ada kelompok yang mulai bermigrasi ke selatan menuju gugusan pulau Indonesia waktu ini, dan ke timur menuju Pasifik.
Sahaja orang Austronesia ini enggak warga pertama pulau Borneo. Antara 60.000 dan 70.000 tahun dulu, perian permukaan laut 120 atau 150 meter lebih rendah dari sekarang dan gugusan pulau Indonesia berupa daratan (para geolog menyebut daratan ini “Sunda”), manusia luang mengimbit dari benua Asia menuju ke kidul dan sempat mencapai benua Australia yang saat itu tidak plus jauh berbunga daratan Asia.
Dari pegunungan itulah berasal batang air-sungai besar seluruh Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang musim yang lama, mereka harus menyerak menelusuri wai-sungai mengaras hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan.[39]
Buah dada Tahtum
menceritakan migrasi suku Dayak Ngaju dari daerah perhuluan kali besar-sungai menuju daerah hilir wai-sungai.
Di area selatan Kalimantan Kaki Dayak pernah membangun sebuah imperium. Internal adat istiadat oral Dayak di wilayah itu sayang disebut
Nansarunai Usak Jawa,[40]
yakni imperium Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan makanya Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara perian 1309-1389.[41]
Situasi tersebut mengakibatkan tungkai Dayak Maanyan tertekan dan terselerak, sebagian turut kawasan pedalaman ke kewedanan suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada detik pengaruh Islam nan pecah berpokok kekaisaran Demak bersama masuknya para pedagang Jawi (sekitar tahun 1520).
Sebagian osean tungkai Dayak di wilayah kidul dan timur kalimantan yang memeluk Selam keluar dari suku Dayak dan enggak lagi memufakati dirinya seumpama turunan Dayak karena adanya pengaruh budaya, bahasa, adat bahkan DNA/genetika yang silam kuat berusul para petualang karena adanya akumulasi. Hal ini menciptakan menjadikan perbauran/akulturasi suatu suku sehingga menciptakan menjadikan budaya plonco nan kemudian menjadi kaki yang mandiri/babaran rasial partikular. Walau begitu, hamba allah Dayak yang sekadar memeluk Islam konstan teguh dengan Dayaknya mereka teguh lah Dayak belaka disebut ibarat insan Senganan/Dayak Senganan (kecuali manusia-turunan Dayak nan berakulturasi nan kesudahannya berputra kebudayaan/suku hijau nan bukan bagian pecah Dayak kembali) semata-mata kendati begitu dasar-usul mereka ya tetaplah Dayak. Contoh semata-mata suku Dayak nan memeluk Islam lampau membentuk budaya baru seperti mana Leret dan Kutai, mereka bertambah suka jikalau menyapa dirinya andai atau orang Banjar dan Sosok Kutai. Sementara itu orang Dayak yang mendorong agama Islam & tetap teguh dengan agama lama pula menyusuri wai, masuk ke pedalaman, menetap di daerah-kawasan Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Batang Amandit, Bangkai Labuan Amas dan Batang Balangan. Sebagian lagi terus tertekan masuk wana. Bani adam Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, pelecok seorang pimpinan Banjar Hindu yang terkenal ialah Rezeki Mangkurat menurut orang Dayak merupakan seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).[42]
Di Kalimantan Timur, bani adam Kaki Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya seumpama Kaki Kutai. Tidak hanya berusul Nusantara, bangsa-nasion lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa teragendakan mulai menclok ke Kalimantan plong perian Dinasti Ming yang tercatat dalam sosi
323 Sejarah Dinasti Ming
(1368-1643). Bersumber piagam berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota nan pertama dikunjungi yaitu Banjarmasin dan disebutkan bahwa seorang pangeran yang berdarah Biaju menjadi penukar Sultan Hidayatullah I . Kunjungan tersebut pada masa Sultan Hidayatullah I dan penggantinya yakni Sultan Mustain Billah. Hikayat Banjar melansir kunjungan tetapi tidak menetap maka itu pedagang jung bangsa Tionghoa dan Eropa (disebut Walanda) di Kalimantan Selatan mutakadim terjadi pada tahun Kerajaan Deret Hindu (abad XIV). Pedagang Tionghoa start beralamat di kota Banjarmasin pada suatu tempat dekat pantai pada perian 1736.[43]
Kesanggupan bangsa Tionghoa di kidul Kalimantan tidak mengakibatkan evakuasi penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh bertepatan karena mereka hanya berlepau, terutama dengan kerajaan Deret di Banjarmasin. Mereka tidak serempak berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan maka itu sebagian kaki Dayak seperti piring malawen, belanga (buyung) dan peralatan keramik. Tidak saja itu, sebagian dari mereka juga ada bangsa Eropa.
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa sudah sebatas di Kalimantan. Pada abad XV Sri paduka Yongle mengirim sebuah angkatan perang segara ke daksina (termasuk Nusantara) di bawah arahan Cheng Ho, dan kembali ke Tiongkok sreg tahun 1407, sesudah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Plong tahun 1750, Sultan Mempawah menerima khalayak-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan di antaranya apiun, sutera, komoditas pecah belah seperti piring, cangkir, kobok dan buyung.[44]
Pembagian sub-sub etnis
Diseminasi suku-tungkai Dayak di Pulau Kalimantan.
Dikarenakan arus migrasi dan pengaruh yang langgeng dari para pendatang, Suku Dayak yang masih mempertahankan rasam budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman. Akibatnya, Suku Dayak nan berakulturasi karenanya beranak kebudayaan yunior dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.
Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub tungkai yang cacat lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai leluri dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan tali peranti, budaya, maupun bahasa yang khas. Periode terlampau masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir rantau dan wai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.
Kedaerahan Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Leluri Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku osean dan 405 sub tungkai kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.[45]
Dayak lega mutakhir
Tradisi suku Dayak Kanayatn.
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam heksa- rumpun ki akbar, yakni: Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau), Ot Danum-Ngaju, Iban, Murut, Klemantan atau Bidayuh dan Punan. Rumpun Dayak Punan merupakan suku Dayak yang minimal tua lontok mendiami pulau Kalimantan, sementara rumpun Dayak yang lain merupakan rumpun hasil asimilasi antara Dayak punan dan kelompok Proto Melayu (moyang Dayak yang berasal dari Yunnan). Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam minus lebih 405 sub-etnis. Lamun terbagi internal ratusan sub-kesukuan, semua kesukuan Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kerumunan Dayak ataupun tidak. Ciri-ciri tersebut adalah kondominium panjang, hasil budaya material seperti porselen, mandau, sepit, beliong (kampak Dayak), pandangan terhadap alam, alat penglihatan pencaharian (sistem persawahan), dan seni tari. Perkampungan Dayak rumpun Ot Danum-Ngaju rata-rata disebut lewu/lebu dan pada Dayak tak sering disebut banua/benua/binua/benuo. Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan nan merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Majikan Adat nan memimpin satu maupun dua suku Dayak nan berbeda.
Prof. Lambut dari Perhimpunan Lambung Mangkurat, (khalayak Dayak Ngaju) menolak anggapan Dayak berpokok dari satu suku asal, namun namun sebutan kolektif berpunca berbagai unsur etnik, menurutnya secara “etnis”, bani adam Dayak dapat dikelompokkan menjadi:
- Dayak Mongoloid
- Malayunoid
- Autrolo-Melanosoid
- Dayak Heteronoid
Tetapi di dunia ilmiah internasional, istilah seperti mana “ras Australoid”, “ras Mongoloid dan pada rata-rata “ras” tidak lagi dianggap penting bakal takhlik klasifikasi insan karena kompleksnya faktor yang membentuk adanya kelompok khalayak.
Sebaran di wilayah Indonesia
Orang Dayak rata-rata kreatif di Kalimantan. Berdasarkan data bersumber Sensus Penduduk Indonesia 2010, jumlah penghuni Indonesia dari tungkai Dayak sebanyak 3.009.494 nasib, atau 1,27% bersumber seluruh warga Indonesia, dan jumlah terbanyak berlambak di provinsi Kalimantan Barat. Suku Dayak n domestik Sensus Pemukim 2010, mencakup semua subsuku Dayak, dan jumlah di luar pulau Kalimantan sebanyak 2,81%. Berikut ini jumlah orang Dayak di Indonesia menurut provinsi berdasarkan Sensus 2010:[46]
No | Kewedanan | Besaran 2010 | % |
---|---|---|---|
1 | Kalimantan Barat [47] |
2.194.009 | 72,90% |
2 | Kalimantan Tengah [48] |
450.682 | 14,98% |
3 | Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara [49] |
212.056 | 7,05% |
4 | Kalimantan Kidul [50] |
68.051 | 2,26% |
5 | Kewedanan bukan | 84.696 | 2,81% |
Indonesia | 3.009.494 | 100% |
Catatan: Data di Kalimantan Paksina tidak tersaji, karena data masih bergabung dengan Kalimantan Timur.
Tradisi Penguburan
Peti kubur di Kutai. Foto tersebut ialah foto kuburan Dayak Benuaq di Kutai. Peti yang dimaksud adalah Selokng (ditempatkan di Sorgum). Ini yakni penguburan primer – tempat mayit melalui Upacara/Formalitas Kenyauw. Sementara di sebelahnya (terpandang secebis) merupakan Tempelaq yang merupakan tempat lemak tulang si meninggal melalui Seremoni/Ritual Kwangkay.
Tali peranti penguburan dan upacara aturan mortalitas pada kaum Dayak diatur tegas dalam hukum sifat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan ki kenangan panjang keikhlasan cucu adam di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan:
- penguburan tanpa wadah dan tanpa pelepas, dengan posisi kerangka dilipat
- penguburan di n domestik peti batu (dolmen)
- penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau ramin tikar. Ini merupakan sistem penguburan nan terakhir berkembang.
Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat ataupun bentuk penguburan dibedakan:
- wadah (peti) mayat–> tidak peti hening: lungun,[51]
selokng dan kotak - wadah sumsum-beluang: tempelaaq[52]
(bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta bocong
berdasarkan tempat penaruhan wadah (peristirahatan terakhir)[53]
Tungkai Dayak Benuaq:
- lubekng (arena lungun)
- gandum (tempat lungun, selokng)
- gur (lungun)
- tempelaaq dan kererekng
Lega kebanyakan terwalak dua tahapan penguburan:
- penguburan tahap pertama (primer)
- penguburan tahap kedua (sekunder)
Penguburan primer
- Parepm Jago merah (Dayak Benuaq)
- Kenyauw (Dayak Benuaq)
Penguburan sekunder
Penguburan sekunder tidak pun dilakukan di gaung. Di hulu Sungai Bahau dan simpang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai peristirahatan terakhir tempayan-dolmen yang merupakan pusaka megalitik. Kronologi bontot, penguburan dengan menggunakan peti mayat (lungun) yang ditempatkan di atas tiang alias dalam bangunan kecil dengan posisi ke sisi rawi berpokok.
Awam Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yaitu:
- dikubur dalam tanah
- diletakkan di tanaman segara
- dikremasi intern upacara tiwah
Prosesi penguburan sekunder
- Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder lega penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah berkiblat lewu tatau (pan-ji-panji kelanggengan) yang dilaksanakan setahun alias beberapa masa setelah penguburan pertama di kerumahtanggaan persil.
- Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan kerumahtanggaan satu panggung.
- Marabia
- Mambatur (Dayak Maanyan)
- Kwangkai[54]
[55]
[56]
[57]/Wara (Dayak Benuaq)
Agama
Sebagian mungil kaki dayak masih menganut agama Kaharingan nan punya ciri khusus adanya pembakaran tulang (Ijambe) dalam ritual penguburan sekunder, namun adapula formalitas kematian lainnya yang disebut Tiwah, Wara, Kwangkey, Dallo, dan tidak-tak. Masyarakat Dayak Bernyanyi di Kalimantan Daksina lebih menonjolkan ritual intern semangat terutama upacara/ritual pertanian maupun pesta penuaian. Kerajaan Nan Sarunai ialah kerajaan Kaharingan purba yang didirikan maka dari itu suku dayak Maanyan yang intern sejarahnya dipercaya pernah diserang makanya kerajaan Majapahit dari pulau Jawa, sejak momen itu munculah istilah
“Yang Sarunai Usak Jawa”
dikalangan kaki dayak Maanyan, yang artinya
“Nan Sarunai dirusak makanya (kaki) Jawa”.
Sejak abad pertama Masehi, agama Hindu menginjak memasuki Kalimantan dengan ditemukannya Candi Agung sebuah peninggalan agama Hindu di Amuntai, Kalimantan Daksina, selanjutnya berdirilah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Berpokok abad ke-4 masyarakat Kalimantan memasuki era rekaman yang ditandai dengan ditemukannya batu bertulis peninggalan dari Kerajaan Kutai yang beragama Hindu di Kalimantan Timur.[58]
Penemuan arca-reca Buddha nan ialah peninggalan Kerajaan Brunei historis, Kekaisaran Sribangun (di Daerah tingkat Pulang ingatan, Kutai Kartanegara) dan Imperium Wijayapura. Situasi ini menunjukkan munculnya supremsi hukum agama Hindu-Buddha dan asimilasi dengan budaya India nan men kemunculan masyarakat multietnis yang pertama kali di Kalimantan.
Penemuan Batu Batu kubur Sandai menunjukan penyiaran agama Islam di Kalimantan sejak abad ke-7 mencapai puncaknya di awal abad ke-16, mahajana imperium-kerajaan Hindu menjadi pemeluk-pemeluk Islam nan menandai kepunahan agama Hindu dan Buddha di Kalimantan. Sejak itu berangkat unjuk syariat adat Banjar dan Melayu nan dipengaruhi oleh sebagian hukum agama Islam (seperti budaya makanan, budaya berpakaian, budaya bersuci), namun umumnya masyarakat Dayak di pedalaman tetap memegang teguh pada hukum agama Kaharingan.
Sebagian besar awam Dayak yang sebelumnya beragama Kaharingan kini memilih Kekristenan, namun kurang dari 10% yang masih mempertahankan agama Kaharingan. Agama Kaharingan seorang telah digabungkan ke dalam kelompok agama Hindu sehingga mendapat sebutan agama Hindu Kaharingan. Namun ada pula sebagian kecil mahajana Dayak saat ini mengkonversi agamanya dari agama Kaharingan menjadi agama Buddha (Buddha versi Tionghoa), yang pada mulanya muncul karena adanya perkawinan antarsuku dengan etnis Tionghoa yang beragama Buddha, kemudian semakin meluas disebarkan makanya para Biksu di kalangan masyarakat Dayak misalnya terdapat pada masyarakat suku Dayak Dusun Balangan yang tinggal di kecamatan Halong di Kalimantan Selatan.
Di Kalimantan Barat, agama Kristen
diklaim
umpama agama orang Dayak (sehingga Dayak Muslim Kalbar terpaksa membentuk Dewan Adat Dayak Muslim tersendiri), tetapi keadaan ini tidak berlaku di propinsi lainnya sebab orang Dayak juga banyak yang memeluk agama Islam namun tetap menamai dirinya andai tungkai Dayak.
Di kawasan perkampungan-perdesaan Dayak yang masih beragama Kaharingan main-main syariat adat Dayak. Area-distrik di pantai Kalimantan dan pusat-ki akal kerajaan Islam, masyarakatnya tunduk kepada syariat adat Derek/Melayu seperti suku Derek, Melayu-Senganan, Kedayan, Bakumpai, Kutai, Paser, Berau, Tidung, dan Bulungan. Bahkan di wilayah perkampungan-perkampungan Dayak yang telah sangat lama bernas dalam kontrol agama Kristen yang kuat kemungkinan tidak berlaku hukum agama Kaharingan. Sreg musim kolonial, basyar-orang bumiputera Serani dan orang Dayak Kristen di perkotaan disamakan kedudukannya dengan orang Eropa dan menyerah kepada syariat golongan Eropa. Belakangan penyiaran agama Kristen mampu menjangkau negeri-provinsi Dayak terletak sangat jauh di pedalaman sehingga agama Serani dianut oleh dempang semua penduduk pedalaman dan diklaim umpama agama orang Dayak.
Jika kita mengintai sejarah pulau Borneo berpangkal awal, insan-sosok dari Sriwijaya, orang
Melayu
yang permulaan mengimbit ke Kalimantan. Etnis Tionghoa Hui Muslim Hanafi berdiam di Sambas sejak tahun 1407, karena pada musim Dinasti Ming, persinggahan Sambas menjadi pelabuhan transit pada jalur pelawatan dari Champa ke Maynila, Kiu kieng (Palembang) maupun ke Majapahit.[59]
Banyak penjabat Dinasti Ming adalah orang Hui Mukminat yang memiliki siaran bahasa-bahasa luar misalnya bahasa Arab.[60]
Laporan pengembara-perantau Tionghoa pada masa Dinasti Ming yang mengunjungi Banjarmasin pada awal abad ke-16 mereka sangat mencacau mengenai persuasi pemendekan atasan yang dilakukan orang-individu Biaju di saat para pedagang sedang tertidur di atas kapal. Agamawan Masehi dan penjelajah Eropa yang tak beralamat sudah datang di Kalimantan pada abad ke-14 dan semakin menonjol di semula abad ke-17 dengan keberadaan para pedagang Eropa. Upaya-upaya penyebaran agama Kristen selalu mengalami kegagalan, karena pada dasarnya pada musim itu umum Dayak menjawat teguh agama pitarah (Kaharingan) dan curiga kepada orang luar, sering barangkali orang-anak adam asing terbunuh. Penduduk pesisir juga sangat perasa terhadap individu asing karena samar muka terhadap serangan bajak laut dan imperium asing pecah luar pulau yang hendak bertualang mereka. Pembasmian kastil Banjar di Kuin masa 1612 oleh VOC Belanda dan serangan Mataram atas Sukadana tahun 1622 dan potensi serangan Makassar suntuk mempengaruhi kerajaan-kerajaan di Kalimantan. Selingkung tahun 1787, Belanda memperoleh sebagian segara Kalimantan dari Sultanat Lajur dan Banten. Sekitar tahun 1835 barulah misionaris Kristen tiba beraktivitas secara leluasa di daerah-wilayah pemerintahan Hindia Belanda yang mepet dengan negara Kesultanan Banjar. Pada tanggal 26 Juni 1835, Barnstein, penginjil pertama Kalimantan berangkat di Banjarmasin dan mulai menyebarkan agama Kristen ke pedalaman Kalimantan Perdua. Pemerintah lokal Hindia Belanda malahan merintangi upaya-upaya misionaris.[61]
[62]
[63]
[64]
[65]
Konflik
Keterlibatan
Dayak (istilah kolektif bikin masyarakat sejati Kalimantan) mutakadim mengalami peningkatan kerumahtanggaan konflik antar kedaerahan. Di semula 1997 dan kemudian pada masa 1999, bentrokan-bentrokan brutal terjadi antara manusia-makhluk Dayak dan Madura di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Puncak dari konflik ini terjadi di Sampit sreg masa 2001. Konflik-konflik ini pun kemudian menjadi topik pembicaraan di koran-surat kabar di Indonesia. Sejauh konflik tahun 1997, sejumlah lautan penduduk (baik Dayak atau Madura) tewas. Muncul berbagai rupa perkiraan baku tentang jumlah target tewas, mulai berpokok 300 hingga 4.000 cucu adam menurut sendang-sumber adil.[66]
Pada hari 1999, turunan-orang Dayak, bersama dengan kelompok-kerubungan Jawi dan Tionghoa memerangi para pendatang Madura; 114 orang tewas.[67].[68]
Biar terdapat fakta bahwa hanya cak semau beberapa sosok Dayak saja yang terlibat, belaka media massa memperkuatkan keterlibatan Dayak.
Lihat lagi
- Rumpun Dayak
- Dayak Lautan
- Persil Dayak
- Tanah Dusun
- Seni Tradisional Dayak
- Organisasi politik Persatuan Dayak
- Partai Bansa Dayak Sarawak
- Kongres Dayak Malaysia
- Majelis Adat Dayak Kebangsaan
- Daftar dedengkot Dayak
- Sastrawan Dayak
Galeri
-
Dayak Couples
-
Dayak Dancers
-
Dayak face
-
Dayak fashion and style
-
Dayak little Dancers
-
Dayak Pawai
-
Dayak Shaman
-
Dayak Traditional dance of South Kalimantan Province
-
Dayak warior accssories
-
Dayak Warrior
-
Dayak Children
Pustaka
-
^
Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-tahun Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penghuni 2010. Tubuh Kunci Perangkaan. 2011. ISBN 9789790644175. Diakses rontok
27 Agustus
2012.
-
^
Tebaran Penduduk dan Ciri-ciri Asas Demografi
(PDF). Jabatan Statistik Malaysia. 2011. ISBN 9789839044548. Diarsipkan berasal versi lugu
(PDF)
sungkap 2014-05-22. Diakses sungkap
27 Agustus
2012.
-
^
“Salinan tindasan”. Diarsipkan berpangkal varian tahir tanggal 2016-03-16. Diakses rontok
2012-08-25
.
-
^
“Ethnicity and territory in the late colonial imagination”. Diarsipkan mulai sejak varian zakiah tanggal 2012-01-07. Diakses tanggal
2011-07-23
.
-
^
Sellato, Bernard (2002).
Innermost Bornéo: studies in Dayak cultures. NUS Press. hlm. 19. ISBN 2914936028.
ISBN 978-2-914936-02-6 -
^
Davis, Joseph Barnard (1867).
Thesaurus craniorum: Catalogue of the skulls of the various races of man, in the collection of Joseph Barnard Davis. Printed for the subscribers.
-
^
Malayan miscellanies (1820).
Malayan miscellanies. Malayan miscellanies.
-
^
MacKinnon, Kathy (1996).
The ecology of Kalimantan. Oxford University Press. ISBN 9780945971733.
ISBN 0-945971-73-7 -
^
East India Company (1821).
The Asiatic journal and monthly miscellany.
12. Wm. H. Allen & Co.
-
^
“Dayak (suku)”.
kbbi.kemdikbud.go.id. Fisik Ekspansi dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses terlepas
17 Juni
2021.
Dayak merupakan kaki nasion yang mendiami provinsi Kalimantan
-
^
University of Calcutta (1869).
Calcutta review. 48-49. University of Calcutta. hlm. 171.
-
^
The London review of politics, society, literature, art, & science.
11. J.K. Sharpe (1865). hlm. 121.
-
^
Wood, John George (1870).
Uncivilized races of men in all countries of the world: being a comprehensive account of their manners and customs, and of their physical, social, mental, moral and religious characteristics.
2. J. B. Burr & co. hlm. 1110.
-
^
“The London Saturday journal (1841)”: 80.
-
^
Haris, Syamsuddin (2004).
Desentralisasi dan otonomi distrik: Skenario akademik dan RUU proposisi LIPI. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 188. ISBN 979-98014-1-9.
ISBN 978-979-98014-1-8 -
^
Indonesia, Kalimantan
-
^
http://www.ethnologue.com/subgroups/greater-barito -
^
http://press.anu.edu.au//austronesians/austronesians/mobile_devices/ch04.html -
^
http://press.si polan.edu.au//austronesians/austronesians/mobile_devices/ch04s02.html -
^
http://www.ethnologue.com/subgroups/land-dayak -
^
http://press.anu.edu.au//austronesians/austronesians/mobile_devices/ch04s05.html -
^
http://www.ethnologue.com/subgroups/north-borneo -
^
http://www.ethnologue.com/subgroups/tamanic -
^
http://press.si dia.edu.au//austronesians/austronesians/mobile_devices/ch04s04.html -
^
http://www.ethnologue.com/subgroups/malayic -
^
http://press.anu.edu.au//austronesians/austronesians/mobile_devices/ch04s03.html -
^
Schulze, Fritz (2006).
Insular Southeast Asia: linguistic and cultural studies in honour of Bernd Nothofer. Otto Harrassowitz Verlag. hlm. 47. ISBN 3447054778.
ISBN 978-3-447-05477-5 -
^
King, 1993:29 -
^
Leeming, David Adams (2010).
Creation myths of the world: an encyclopedia.
1
(edisi ke-2). ABC-CLIO. hlm. 99. ISBN 1598841742.
ISBN 978-1-59884-174-9 -
^
King, 1993:30 -
^
Maunati, Yekti.
Identitas Dayak. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 8. ISBN 979949298X.
ISBN 978-979-9492-98-2 -
^
Tegg, Thomas (1829).
London encyclopaedia; or, Mondial dictionary of science, art, literature and practical mechanics: comprising a popular view of the present state of knowledge.
4. Printed for Thomas Tegg. hlm. 338.
-
^
Foreign missionary chronicle. s.n. (1838). hlm. 261.
-
^
King, 1993. -
^
Rousseau, 1990 -
^
Commans, 1987: 6 -
^
Lahajir
et al., 1993:4 -
^
Lahajir
et al., 1993:3 -
^
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977-1978 -
^
“Usak Jawa”. Diarsipkan dari versi sejati sungkap 2014-02-26. Diakses terlepas
2011-04-21
.
-
^
Fridolin Ukur, 1971 -
^
Susanto, A. Budi (2007).
Masihkah Indonesia. Kanisius. hlm. 216. ISBN 9792116575. Diarsipkan dari versi suci tanggal 2013-08-01. Diakses tanggal
2011-06-16
.
ISBN 978-979-21-1657-1 -
^
“Salinan sahifah”
(PDF). Diarsipkan berpangkal versi asli
(PDF)
sungkap 2012-01-18. Diakses tanggal
2011-07-17
.
-
^
Sarwoto Kertod ipoero, 1963 -
^
Hukum Adat dan Istiadat Kalimantan Barat, J.U. Lontaan. 1975 -
^
“Kebangsaan Kaki Nasion, Agama, Bahasa 2010”
(PDF).
demografi.bps.go.id. Badan Anak kunci Perangkaan. 2010. hlm. 23, 31, 36–41. Diarsipkan berpunca versi asli
(PDF)
sungkap 2017-07-12. Diakses tanggal
28 Oktober
2021.
-
^
Kalimantan Barat – Suku Bangsa -
^
Kalimantan Tengah – Kabilah -
^
Kalimantan Timur – Suku Bangsa -
^
Kalimantan Kidul – Kaki Bangsa -
^
“Salinan tindasan”. Diarsipkan terbit versi asli tanggal 2012-01-07. Diakses copot
2011-06-26
.
-
^
http://berita.liputan6.com/read/42277/tempelaaq_tempat_tulang_belulang_leluhur_suku_dayak -
^
“Manuskrip arsip”. Diarsipkan berbunga versi polos tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal
2011-06-26
.
-
^
Lathief. H., Upacara adat kwangkay Dayak Benuaq Ohong di Mancong. Antaran Pengembangan Media Peradaban, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Peradaban, 1996 – Social Science – 220 pages -
^
http://catalogue.nla.gov.au/Record/1156006 -
^
http://www.youtube.com/watch?v=kThegt6b3CE -
^
http://budimasnet.blogspot.com/2011/03/adat-kematian.html -
^
“Kawi and Pallawa inscriptions, 4th-12th centuries”. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-05. Diakses sungkap
2011-12-06
.
-
^
Muljana, Slamet (2005).
Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Huruf. hlm. 61. ISBN 9798451163.
ISBN 978-979-8451-16-4 -
^
Kong, Yuanzhi (2000). Hembing Wijayakusuma, ed.
Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri penjelajahan muhibah di Nusantara. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 54. ISBN 9794613614.
ISBN 978-979-461-361-0 -
^
Ukur, Fridolin (2000).
Tuaiannya bukan main banyak: sejarah Gereja Kalimantan Evanggelis sejak waktu 1835. BPK Ardi Mulia. hlm. 42. ISBN 9789799290588.
ISBN 979-9290-58-9 -
^
Evangelical (1836). “Evangelical magazine and missionary chronicle,”.
14. s.n: 578.
-
^
End, Th. van den (1987).
Ragi Carita 1, Jilid 1 dari Ragi carita: sejarah dom di Indonesia. BPK Giri Mulia. ISBN 979-415-188-2.
ISBN 978-979-415-188-4 -
^
Foreign missionary chronicle.
5. Board of Foreign Missions and of the Board of Missions of the Presbyterian Church. hlm. 87.
-
^
Steenbrink, Karel A. (2003).
Catholics in Indonesia, 1808-1942: A modest recovery 1808-1903. KITLV Press. hlm. 149. ISBN 9067181412. Diarsipkan berbunga versi asli sungkap 2013-08-01. Diakses tanggal
2011-07-05
.
ISBN 978-90-6718-141-9 -
^
MacDougall, 1999 -
^
Mac Dougall, 1999 -
^
lihat, misalnya Manuntung, 22 Maret 1999
Bacaan lanjutan
- Cfr. Tali kekang Harrisson, “The Prehistory of Borneo”, dalam Pieter van de Velde (ed.), Prehistoric Indonesia a Reader (Dordrecht-Holland: Foris Publications, 1984), hlm. 299-322
- Bellwood, Peter, “The Prehistory of Borneo”,
Borneo Research Bulletin, 24/9 (1992), hlm. 7-13 - Kathy MacKinnon, The Ecology of Indonesian Series Volume III: The Ecology of Kalimantan, (Singapore: Periplus Editions Ltd., 1996), hlm. 255-363
- bdk. P.J. Veth, “The Origin of the Name Dayak”, internal Borneo Research Bulletin, 15/2 (September 1983), hlm. 118-121
- Fridolin Ukur, “Peradaban Dayak”, dalam Kalimantan Review, 22/I (Juli-Desember 1992), hlm. 3-10
- Multiplisitas Suku Dayak di Kalimantan, Universitas Dayakologi, Pontianak
- Edi Petebang, Dayak Kebal, Institut Dayakologi
- Edi Petebang, Eri Sutrisno, Konflik Etnis di Sambas, ISAI, Jakarta
Pranala luar
- Video di YouTube Borneo, Indonesia A Dayak Tribe in 1912 Tempo Doeloe (Sosok Ulu)
- Video di YouTube Borneo Kalimantan in 1938, Sarawak? (Orang Ulu)
- Video di YouTube Sarawak, Malaysia, 1913 ‘wild women’ (basyar asli)
- Video di YouTube Old Borneo, A Mystical Tribal Dancer with Sape Music (Insan Ulu)
- Video di YouTube East Kalimantan (Borneo, Indonesia) in 1913. Orang kalis
- Video di YouTube Indonesia: Pontianak (Borneo) 1948 struggle against Japanese
- Video di YouTube The Borneo Story – The Dayaks Sarawak
- Video di YouTube Dayak Rituals of Old Borneo in the 1920s
- Video di YouTube The Ibans of Borneo 1
-
(Indonesia)
Murang perdamaian tumbang anoi -
(Indonesia)
Budaya Dayak Diarsipkan 2008-04-30 di Wayback Machine. -
(Indonesia)
Ternyata kaki dayak bukan sahaja satu jenis -
(Inggris)
Indonesia’s New Ethnic Elites Diarsipkan 2011-01-01 di Wayback Machine. -
(Inggris)
Kelompok bahasa Dayak -
(Inggris)
Sillander Dayak and Malay in Southeast Borneo
Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak