alyauma akmaltu lakum diinakum wa atmamtu alaikum

Kompasiana yaitu mimbar blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mengoper rukyat redaksi Kompas.

Makhluk sayang salah paham terhadap Islam. Kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap seumpama Islam ternyata bukan Islam dan kadangkala suatu keagamaan dan perbuatan dianggap tidak Selam ternyata itu merupakan Islam. Kenapa ini bisa terjadi? Itu karena banyak orang tak paham tentang Islam. Ini tidak hanya menjangkiti sosok mahajana hanya doang pun para intelektualnya. Maka dirasa sangat perlu cak bagi dimengerti oleh setiap orang akan pengertian Islam agar khalayak tidak salah paham dan itu mesti diambil dari sumur aslinya merupakan Al-Qur’an, bukan dari pendapat-pendapat insan atau yg lainnya. Dan tak mana tahu Alloh tidak menguraikan secara teragendakan maupun tersirat di dalam Al-Qur’an privat perkara ini. Dan saya telah menemukan penjelasannya.

Pengenalan Islam itu berasal dari bahasa Arab al-islam (
اَلْاِسْلَامُ). Kata al-islam ini cak semau di kerumahtanggaan Al-Qur’an dan di dalamnya terkandung pula pengertiannya, diantaranya internal surat Ali Imron (3) ayat 19 dan surat Al-Maidah (5) ayat 3. Apa yang dapat kita pahami mulai sejak kedua ayat ini? Berikut ini penjelasannya.

Al-Qur’an sertifikat Ali Imron (3) ayat 19, lafalnya, “ innad-dina ‘indallohil-islam…”, artinya, “ Sepatutnya ada “ad-din” di sisi Alloh (ialah) al-selam…”

Yang dapat dipahami dari ayat ini yakni bahwa “al-islam” yakni tanda suatu “ad-din” (pegangan) yang suka-suka di sisi Alloh (‘indalloh). Ad-din maknanya adalah al-millah atau ash-shirot atau urut-urutan hidup, dia positif bentuk-susuk keagamaan (al-‘aqidah) dan polah (al-‘amal). Al-islam umpama ad-din yang ada di sisi Alloh, tentunya positif bentuk-tulang beragangan keyakinan dan perbuatan yang ditentukan dan ditetapkan oleh Alloh dan bukan hasil dari buah pikiran bani adam, risikonya beliau dinamakan pun dinulloh (QS 110 ayat 2). Al-islam itu diperuntukkan untuk bani adam laksana ramalan berasal Alloh (huda minalloh) kepada insan (QS 28 ayat 50) di dalam mengarungi usia di dunia ini. Darurat itu Alloh berfirman, lafalnya, “ al-haqqu mir-robbika fala takunanna minal-mumtarin “ (QS 2 ayat 147), artinya, “ Al-Haq (validitas) itu berpokok robb (Tuan, Tuhan) dia (wahai Muhammad saw) (yakni bermula Alloh) maka janganlah engkau termuat orang-turunan yang ragu “. Firman Alloh ini menyatakan dengan jelas sekali bahwa al-haqqu (kebenaran) itu mulai sejak Alloh (robb-nya Muhammad saw). Oleh karena al-islam itu suka-suka di sisi Alloh, sementara itu al-haqqu itu berpunca Alloh maka tentunya al-selam itu tidak tak yakni al-haqqu (kesahihan) yang dari dari Alloh itu. Tentatif itu pula Alloh berujar, lafalnya, “ …wa innaka latahdi ila shirothim mustaqim , shirothillahil-ladzi lahu ma fis-samawati wa ma fil-ardhi…” (QS 42 ayat 52-53), artinya, “ …dan sesungguhnya engkau (aduhai Muhammad saw) khusyuk memberi wahi kepada “ash-shirothol-mustaqim” (jalan yang harus ditegakkan) (yaitu) “ash-shiroth” (jalan) (yang ditentukan dan ditetapkan oleh) Alloh yang mana properti-Nya (segala) barang apa-apa yang ada di pagu dan apa-apa nan terserah di bumi…”. Firman Alloh ini menyatakan dengan jelas sekali bahwa “ ash-shirothol-mustaqim” adalah “ash-shiroth” (jalan) yang ditentukan dan ditetapkan makanya Alloh yang tentu berasal dari Alloh lagi. Oleh karena al-selam itu di arah Alloh, darurat itu “ash-shirothol-mustaqim” merupakan jalan yang ditentukan dan ditetapkan oleh Alloh dan berasal dari Alloh, maka tentunya al-islam itu lain lain adalah juga “ash-shirothol-mustaqim” yang berpangkal dari Alloh. Yang mana misi Iblis dan bala tentaranya berusaha menjauhkan khalayak dari “ash-shirothol-mustaqim” ini (QS 7 ayat 16) yang berarti pula menjauhkan anak adam terbit al-selam.

Takdirnya al-islam itu ada di sisi Alloh, adv amat bagaimana ia bisa sampai kepada cucu adam? Ya tentu saja melewati visiun Alloh dan penjelasannya yang Alloh turunkan kepada para Nabi dan Rosul-Nya mulai sejak Laki-laki as hingga Muhammad saw, termasuk Isa putra Maryam as, Musa as, Nuh as, Ibrohim as, dll. Dan al-islam dalam bentuknya yang final (lain suka-suka kembali perubahan)dan hipotetis (mencakup segala apa segi roh dan tidak perlu interpolasi atau penyunatan) yang pasti diturunkan kepada Utusan tuhan dan Rosul-Nya yang terakhir, Muhammad saw, melangkaui Al-Qur’an dan penjelasannya(QS 75 ayat 19).

Dari ayat ini pula kita pahami bahwa penamaan ad-din ini dengan al-islam adalah penamaan dari Alloh sendiri, bukan berusul anak adam. Suatu tanda biasanya memiliki kepentingan, demikian juga dengan al-islam juga memiliki kemujaraban, yaitu “al-inqiyadu li-amaril-amiri wa nahihi bila i’tirodh “, yang artinya,” tunduk/patuh/berserah-diri kepada perintah dan larangan yang memerintah tanpa penolakan “. Namun dalam hal ini al-islam itu merupakan tunduk/patuh/berserah-diri kepada Alloh semata-mata, lain menyerah/tetap/berserah-diri kepada barang apa saja yang dianggap sebagai robb (Tuan, Tuhan) dan ilah (Tuan, Tuhan), karena Alloh berfirman, lafalnya, “ wa man ahsanu dinan mimman aslama wajhahu lillahi wa huwa muhsinun…”(QS 4 ayat 125), artinya, “ Dan siapakah yang labih baik ad-din-(nya) dari sreg orang-bani adam yang menunduk/patuh/berserah-diri kepada Alloh dan sira melakukan baik…”. Maka menunduk/konsisten/berserah-diri kepada robb-robb dan ilah-ilah selain Alloh tidak berhak dinamakan al-selam dan makin tepat sekiranya dinamakan ghoirul-islam.

Dan karena al-islam itu dari Alloh karuan saja sira diridhoi Alloh.

Al-Qur’an surat Al-Maidah (5) ayat 3, lafalnya, “ …al-yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’mati wa rodhitu lakumul-islama dina…”, artinya, “ …pada hari ini telah Aku sempurnakan buat kalian ad-din kalian dan telah Aku sempurnakan kembali ni’mat-Ku atas kalian dan Aku ridho al-islam sebagai ad-din untuk kalain…”

Introduksi “al-yauma” yang artinya “pada waktu ini” , nan dimaksud merupakan periode diturunkannya ayat ini yakni pada hari jum’at di padang Arofah setelah masa Ashr ketika Muhammad saw menunaikan haji wada’. Dulu kalimat “ akmaltu lakum dinakum “, nan artinya, “ telah Aku sempurnakan untuk kalian ad-din kalian “, yang dimaksud dengan introduksi “kalian” dalam frasa“ad-din kalian” adalah Muhammad saw dan para sahabat ra. Kenapa? Karena ayat ini terban kepada mereka dan bersuara tentang mereka. Jadi yang dimaksud dengan “ad-din kalian” yakni dinu Muhammad saw dan para sahabat ra yang aktual bentuk-bentuk keimanan (al-‘aqidah) dan ulah (al-‘dedikasi) yang ada pada Muhammad saw (secara individu) dan para sahabat ra ( secara kekerabatan),
yang mana itu merupakan penerapan, kata keterangan, penjelasan dari sreg Al-Qur’an atas petunjuk sinkron semenjak Alloh yang pecah-Nya al-selam itu berasal
(QS 3 ayat 19). Hal itu karena Muhammad saw hanyalah mengikuti apa saja nan diwahyukan kepadanya bermula Alloh (QS 10 ayat 15, QS 46 ayat 9) dan mengakui penjelasan bagaimana menerapkannya, maka terbentuklah suatu gambar-tulang beragangan keyakinan dan perbuatan atau ad-din ataupun jalan hidup nan ada pada Muhammad saw, sehingga Aisyah ra mensifati Muhammad saw dengan kalimat “ kana khuluquhul-qur’an “, yang artinya, “ Budi pekerti Beliau saw yaitu Al-Qur’an”. Dan para sahabat adalah sekelompok orang yang minimum baik dalam mengajuk Muhammad saw(QS 9 ayat 117) karena perkataan mereka “sami’na wa atho’na”, nan artinya, “ kami dengar dan kami taat” (QS 2 ayat 185).

Lalu kalimat “wa rodhitu lakumul-islama dinan”, yang artinya, “ dan Aku telah ridho al-islam ibarat ad-din untuk kalian”. Dalam kalimat ini Alloh menyebut dinu Muhammad saw dan para sahabat ra dengan sebutan al-islam. Oleh karena dalam ayat ini digunakan introduksi ad-din (introduksi tunggal, bentuk jamaknya adalah ad-adyan), maka ini berfaedah dinu Muhammad saw dan para sahabat itu satu, sama. Oleh karena Muhammad saw pihak yang meneirma tajali dan penjelasannya dan menerapkan wahyu tersebut dengan baik (QS 33 ayat 2) maka al-islam itu pastilah “dinu Muhammadin saw “ atau”millatu Muhammadin saw” atau “ sunnatu Muhammadin saw” atau jalan sukma Muhammad saw (tapi bukan Beliau saw nan yang membikinnya) alias yang sering disebut dengan as-sunnah.
Makara dengan demikian al-islam merupakan as-sunnah dan as-sunnah adalah al-selam. Sesuatu bentuk religiositas dan ragam yang tidak suka-suka di dalam as-sunnah tidak bisa dinamakan Islami. Dan dikatakan di n domestik Al-Qur’an surat 27 ayat 79, lafalnya, “…innaka ‘alal-haqqil-mubin”, artinya, “…sesungguhnya engkau (wahai Muhammad saw) gemuk di atas al-haqq (kebenaran) yang nyata”. Dan yang ada pada Muhammad saw yakni as-sunnah. Tentatif itu as-sunnah adalah al-selam dan al-islam adalah al-haqq yang dari berusul Alloh, maka karuan Muhammad saw itu berada di atas al-haqqu. Dan dikatakan juga kerumahtanggaan Al-Qur’an surat 36 ayat 3-4, lafalnya, “ innaka laminal-mursalin. ‘ala shirotim mustaqim”, artinya, “ Sepatutnya ada engkau (wahai Muhammad saw) bermoral-benar (salah koteng diantara) para Rosul. (Nan produktif) diatas ash-shirothol-mustaqim (perkembangan nan harus ditegakkan) “. Dan yang ada pada Muhammad saw merupakan as-sunnah. Sementara itu as-sunnah yaitu al-islam dan al-islam adalah “ashirothol-mustaqim” yang merupakan “ash-shiroth” (jalan) (yang ditentukan dan ditetapkan) Alloh, maka tentu Muhammad saw berada di atas “ash-shirothol-mustaqim” (jalan yang harus ditegakkan). Sedangkan Muhammad saw telah bersuara, lafalnya, “ man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fa huwa roddun “, artinya, “Sembarang orang yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah/urusan (lain terserah contohnya) pada kami (yakni Muhammad saw dan para sahabat ra) maka (amalan tersebut) tertolak “ (HR Mukminat berpokok Aisyah ra). Dan padahal lagi Muhammad saw telah bersuara, lafalnya, “…wa iyyakum wa muhdatsatil-hidup fa inna kulla muhdatstin bid’atun wa kulla bid’atin dholalatun”, artinya, “ …dan berhati-hatilah (janganlah) kalian mewujudkan perkara-perkara baru (n domestik ad-din) karena setiap perkara bau kencur (dalam ad-din) yakni bid’ah dan setiap bid’ah a dalah kesesatan “ (HR Tirmidzy dan Abu Dawud dari Irbadh bin Sariyyah ra). Kedua sabda Muhammad saw ini menegaskan bahwa al-selam, yang berasal mulai sejak Alloh itu,seluruhnya ada di internal as-sunnah.

Muhammad saw dan para sahabat ra adalah keropok khalayak yang paling tahu al-islam karena kepada mereka al-selam itu (melangkahi Al-Qur’an dan penjelasannya) roboh dan risikonya lagi mereka dipuji maka dari itu Alloh dengan sebutan “khoiru ummah” (umat yang terbaik) (QS 3 ayat 110). Sebutan itu diberikan bukan karena kemajuan sains dan tehnologi atau apa, tapi lebih disebabkan oleh karena mereka mengimani dan mengamalkan al-islam dengan sebaik-baiknya.

Kita yang sukma di zaman sekarang ini mengetahui al-islam hanya dari Al-Qur’an dan as-sunnah nan terdaftar di dalam hadits-hadits (laporan-kabar) nan shohih (yang valid). Sehingga kita bisa tahu suatu keyakinan dan ragam itu Islami atau bukan sekiranya kita senggang banyak mengenai Al-Qur’an dan hadits-hadits nan shohih. Kalau suatu keyakinan dan perbuatan itu ada dasarnya kerumahtanggaan Al-Qur’an dan hadits yang shohih itu tentu keyakinan dan perbuatan yang Islami, bila bukan berasal mana boleh disebut Islami.







Lihat Konten Filsafat Selengkapnya

Lihat Filsafat Sebaik-baiknya






Video Saringan

Source: https://www.kompasiana.com/kusmardiyanto/54ff700da333111245510807/pengertian-islam